Murai Batu (White-rumped Shama )
Nama ilmiah: Copsychus malabaricus
Keluarga: Muscicapidae
Ordo: Passeriformes
Kelas: Aves
KARAKTERISTIK FISIK:
White-rumped Shama biasanya memiliki berat antara 28 dan 32 gram (1-1,2
ons) dan ukuran panjang sekitar 25 cm (10 inci). Burung ini terliat dan ekor
panjang dengan tersusun rapi antara panjang dan pendek. Murai Jantan berwana
hitam mengkilap dengan perut coklat dan bulu putih di pantat dan bagian
terluar dari ekor. Betina umumnya lebih kecil daripada jantan, dan
memiliki warna cokelat keabu-abuan (kusam) dengan perut berwarna terang. Baik
pria dan wanita memiliki ekor hitam dengan kaki berwarna merah muda.
Remaja memiliki ekor yang lebih pendek dan warna yang lebih keabu-abuan atau
kecoklatan mirip dengan perempuan, yang hampir sama dengan dada bintik-bintik
hitam (trotol). Karakteristik khusus dari murai batu adalah lagu merdu,
yang juga membuatnya unik dikenali. Karakteristik unik lainnya dari hewan ini
termasuk pola yang berbeda pada ekor yang berwana putih dan
sering memiliki serta perilaku yang berulang menaikan ekor secara
tiba-tiba dan menurunkan secara pelan.
DISTRIBUSI DAN HABITAT:
Distribusi geografis dari Murai Batu habitat aslinya meliputi beberapa negara
di Asia Selatan: India, Nepal, Myanmar, Sri Lanka, Kepulauan Andaman, Malaysia,
Vietnam, Laos, Cina, Indonesia dan Thailand. Hewan ini diperkenalkan ke Kauai
pada tahun 1931, Oahu pada tahun 1940, dan Maui di bagian akhir tahun 1900-an.
Mereka cenderung membuat sarang di dekat tanah di semak atau pohon-pohon
berdaun lebar rendah hutan lebat dataran rendah atau kaki bukit, terutama di
hutan bambu dan kayu jati. Di Kalimantan juga sering dijumpai di hutan –
hutan rotan yang menjalar.
PERILAKU:
Murai Batu mencari makan di dasar hutan selama sore hari. Mereka sangat
teritorial, dan ukuran ekor dapat menentukan ukuran wilayah, dengan ekor burung
lebih besar memiliki wilayah yang lebih besar. Wilayah termasuk sepasang jantan
dan betina selama musim kawin dengan jantan bertugas menjaga wilayahnya.
Jantan dan betina mungkin dapat memiliki wilayah yang terpisah
ketika tidak musim kawin, karana pada pengamatan pada saat tidak kawin,
jantan menunjukkan agresif terhadap betina. Murai Batu adalah
burung penyanyi terkenal dengan luas dan catatan lagu yang keras, merdu dan
melengking. Mereka dikenal pandai untuk meniru panggilan burung lainnya.
Suara betina kurang vokal dibanding jantani dan nyanyianya dalam
hubungannya masa perkawinan. Jantan dan betina muda membuat suara
kretekan kasar ketika stress atau atau saat terbang di atas daerah
terbuka. Burung-burung ini adalah monogami dan berkembang biak antara Maret dan
Agustus selama atau setelah musim hujan ketika makanan lebih banyak, seperti
selama musim hujan di India. Perkembangbiakan juga mungkin dapat dipicu
dalam reaksi terhadap panjang hari, seperti pada hari-hari lebih panjang pada
suatu tahun. Selama pacaran, jantan mengejar perempuan, turun di atas
perempuan, memberikan panggilan melengking, lalu menggerakkan- gerakkan bulu
ekor seperti kipas. Ini diikuti dengan pola penerbangan naik dan
turun oleh kedua jantan dan berina dengan ekor seperti kipas,
tetapi pada jantan sering tidaka membuat gerakan seperti kipas ini. Bila betina
tidak ingin, akan mengancam jantan dengan menunjuk dengan mulut mereka terbuka.
Burung ini biasanya penakut dan jarang terlihat dari pandangan, dan mereka
terutama aktif di pagi dan sore hari , saat itu mereka dapat dilihat
terbang atau bertengger di tangkai.
MAKANAN
Murai batu di alam memakan
serangga (seperti belalang, rayap, belatung, ulat) dan buah. Burung muda
muda terutama makan serangga dan cacing tanah.
REPRODUKSI DAN PERTUMBUHAN:
Burung-burung ini mungkin lebih produktif selama puncak musim kawin. Bila
mereka mendapatkan pasokan makanan yang lebih baik juga lebih produktif.
Mungkin ada 1-2 sarang per musim berkembang biak, dan masing-masing
mungkin berisi 3-5 telur. Kedua indukan jantan dan betina berperan
semala berkembang biak. Betina membangun sarang dari akar, daun, dan
batang pakis. Setelah sarang jadi mereka akan melakukan kopulasi, yang terjadi
beberapa kali, biasanya jantan akan rajin berkicau dengan semangat sebelum
kawin. Membangun sarang 2-3 hari. Inkubasi (pengeraman) berlangsung
antara 12-15 hari dan dapat dilakukan oleh betina dan keduanya, tergantung
karakter pasangan. Waktu antara membangun sarang dan bertelur biasanya
sekitar 5 dan 7 hari. Satu telur diletakkan per hari, namun semua telur
biasanya menetas pada hari yang sama selama jam-jam pagi. Telur-telur berwarna
terang bila di terawang di cahaya, dengan cangkang kebiruan,
bintik-bintik berwarna coklat kemerahan, dan ukuran sekitar 17 hingga 22
milimeter (0,7 sebesar 0,9 inci). Piyikan belum membuka mata dan berbulu.
Mata terbuka setelah 6 hari dan bulu sepenuhnya berkembang setelah
11 hari, setelah itu disebut trotolan dan murai remaja ini mulai bersolek dan
berani mandi. Kedua indukan berpartisipasi dalam membuang kotoran dari
sarang dan memberi makan piyikan. Dalam satu studi, tingkat kelangsungan hidup
sekitar 70% dalam 10 hari pertama setelah menetas dan tingkat
kelangsungan hidup murai muda yang mulai keluar sarang adalah antara
65-83 %, dengan keberhasilan yang lebih besar dalam anak-anak kedua. Ada angka
kematian lebih besar selama hari-hari terakhir mereka keluar dari sarang.
Selama delapan hari pertama, berat piyik meningkar hampir dua kali
lipat setiap hari. Ini kemudian diikuti dengan penurunan yang signifikan
dalam tingkat pertumbuhan. Pada hari ke-10, piyikan umumnya berukuran
antara 70-80% dari berat dewasa. Mulai meninggal kan sarang pada
12-13 hari setelah menetas, dan remaja dapat makan secara mandiri
26 hari setelah menetas
- Burung murai batu (Copychus malabaricus) adalah anggota
keluarga Turdidae. Burung keluarga Turdidae dikenal memiliki kemampuan
berkicau yang baik dengan suara merdu, bermelodi, dan sangat bervariasi.
Ketenaran burung murai batu bukan hanya sekedar dari suaranya yang merdu,
namum juga gaya bertarungnya yang sangat aktraktif. Disamping itu juga
memiliki kecerdasan yang baik sehingga dapat beradaptasi secara baik dan
dilatih menirukan burung-burung master lain.
Penyebaran murai murai batu di
Indonesai terdapat di Sumatra, Jawa, Kalimantan dan pulau-pulau kecil seperti
di Sabang, Riau, Nias. Yang membedakan adalah ukuran burung, ekor, kemampuan
berkicau dan ciri-ciri spesifik masing-masin daerah
Jenis-jenis murai batu yang dikenal
di Indonesia adalah sebagai berikut:
- Murai batu Medan, Bukit Lawang, Bohorok, kaki gunung
Leuser wilayah Sumatra Utara. Panjang ekor 27 – 30 cm. Sebenarnya sendiri
tidak ada murai yang berasal dari kota Medan, tetapi daerah-daerah
sekitarnya. Tetapi sebutan murai Medan tersebut sudah sangat melekat
dengan ciri-ciri spesifiknya.
- Murai batu Sabang, dari Pulau Sabang, Panjang ekor
27-30 cm
- Murai batu Aceh, di kaki Gunung Leuser wilayah Aceh.
Panjang ekor 25 – 30 cm.
- Murai batu Nias, panjang ekor 20 – 25 cm. Ekor
keseluruhan berwarna hitam
- Murai batu Jambi, hidup di Bengkulu, Sumatra Selatan,
Jambi.
- Muraibatu Lampung, hidup di Krakatau, Lampung. Ukuran
tubuh lebih besar dari Murai Medan. Panjang ekor 15 – 20 cm.
- Murai batu Banjar (Borneo), jenis ini paling populer di
Kalimantan, karena sering merajai berbagai lomba di Kalimantan. Penyebaran
di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Panjang ekor 10 – 12 cm.
- Murai batu Palangka (Borneo), panjang ekor 15 – 18 cm.
Hidup di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat.
- Larwo (Murai Jawa), hidup di Jawa Tengah dan Jawa
Barat. Tubuh jauh lebih kecil dari murai medan. Jenis ini sudah sangat
langka ditemukan. Panjang ekor 8 – 10 cm. Selain dari 8 sub-spesies murai
batu di atas, masih ada murai batu yang berasal dari negeri tetangga,
yaitu :
- Murai batu Malaysia, wilayah Penang. Ekor tipis dan
panjang sekitar 30 – 33 cm dan postur tubuh lebih besar dari murai Medan.
- Murai batu Thailand, hidup di perbatasan Thailand dan
Malaysia, tubuh lebih besar dari murai medan, panjang ekor 32 – 35 cm dan
warna hitam mengkilat indigo (kebiru-biruan).
- Murai batu Pilipina, wilayah Luzon dan Catanduanes.
Jenis ini lebih tepat disebut murai hias, karena memiliki warna tubuh yang
sangat indah.
Seaca taxonomi, murai batu serta
kerabatnya dikelompokkan dalam beberapa species, sebagai berikut: Copsychus
malabaricus (White Rumped Shama),Copsychus luzoniensis (White Browed Shama),
Copsychus niger (White Vented Shama),Copsychus cebuensis (Black Shama),
Trichixos pyrropygus (Orange Tailed Shama / Rufous Tailed Shama).
Subspecies, ciri-ciri dan penyebara
murai tersebut sebagai berikut:
A. Copsychus malabaricus (White
Rumped Shama) terdiri dari 19 sub-species:
- Copsychus interpositus (Nepal, India, Myanmar, Yunan
-China, Thailand dan Indochina)
- Copsychus stricklandii (Sabah, Kalimantan)
- Copsychus andamanensis (Andaman, Nicobar)
- Copsychus albiventris (Andaman)
- Copsychus indicus (Nepal, Indochina)
- Copsychus pellogynus (Myanmar, Peninsular)
- Copsychus minor (Hainan-China)
- Copsychus mallopercnus (Malaysia)
- Copsychus javanus (Jawa Barat dan Jawa Tengah)
- Copsychus omissus
- Copsychus barbouri (Maratua, Kalimantan Timur)
- Copsychus leggei (Sri Lanka)
- Copsychus malabaricus (India)
- Copsychus macrourus (Con Son, Vietnam Selatan)
- Copsychus tricolor (Malaysia, Sumatra, Natuna Island
dan Anamba)
- Copsychus melanurus (Sumatra bagian Barat, Enggano)
- Copsychus suavis (Sarawak, Kalimantan)
- Copsychus mirabilis (Prinsen Island)
- Copsychus nigricauda (Kangean Island)
B. Copsychus luzoniensis (White
Browed Shama) terdiri dari 4 subspecies, yaitu :
- Copsychus luzoniensis (Luzon, Catanduanes)
- Copsychus parvimaculatus (Polillo)
- Copsychus shemleyi (Marinduque)
- Copsychus superciliaris (Masbate, Negros, Panay,
Ticao).
C. Copsychus niger (White
Vented Shama): Tersebar di Palawan, Calamian, Balabac, Sabang (Philipian).
D. Copsychus cebuensis (Black
Shama): Hidup di wilayah Cebu Philippines.
E. Trichixos pyrropygus (Orange
Tailed Shama / Rufous Tailed Shama): Penyebaran di Way Kambas, Thailand,
Malaysia dan Borneo.
Demikian sekilas pengenalan tentang
murai batu. Bila ada informasi tambahan semoga bisa dilakukan pembaharuan.