Jumat, 13 Januari 2012

Dampak Informasi Flu Burung yang Menyesatkan Masyarakat

Beberapa waktu yang lalu pemberitaan tentang Flu burung sangat menggaung dan bombatis mengisi pemberitaan tiap hari bahkan tiap jam diberbagai media,  baik media elektronik, tulis maupun media2 lainnya.
Namun sayang pemberitaan atau ulasan itu sangat tidak berimbang/tidak adil bila dilihat dari berbagai sisi sudut pandang yaitu baik dari masyarakat sebagai konsumen, perternak sebagai produsen, dan juga pemerintah dari sisi pengendali/pemegang kebijakan. Sehingga munculah berbagai gejolak baik konsumen, produsen, maupun pemerintah, untuk konsumen jelas sekali mengurangi konsumsinya, apabila pemerintah memberikan kebijakan yang tidak tepat serta tidak memandang lebih jauh akan berakibat buruk terhadap peternak dan siapapun yang bergerak diperunggasan yang jadi korbannya. Jelas ini kasihan kepada produsen dalam hal ini adalah peternak dan mitra-mitra, yang berkecimpung di dunia perunggasan. Apalagi di Jakarta telah muncul sosialisasi yang diterima masyarakat awam salah yaitu larangan memlihara unggas. Jelas-jelas ini sosialisasi yang salah arah dan tidak melindungi unsur yang lain karena masayakat mengkonotasikan bahwa memelihara semua unggas tidak boleh,  kenapa kok yang harus ditekankan larangan memelihara unggas, tetapi bukan bagaimana memberantas AI itu sendiri dengan berbagai standard dan ketentuan kesehatan secara ilmiah.   Dalam hal ini sudah semestinya  pemerintah baik pusat maupun daerah harus bersifat adil, arif dan bijaksana dalam mensikapi kebijakan tentang AI/Flu burung sehingga tidak ada yang merasa dikorbankan

Mengingat dampak dari pemberitaan dan berbagai pendapat yang kurang   proposional tersebut adalah :
Kecenderungan dalam pemberitaan maupun ulasan menakut-nakuti akan bahaya yang belum pasti dan terbukti secara langsung maupun tidak langsung dengan ilmiah yang diketahui oleh masyarakat, dan kecenderungan dimasyarakat tertanaman pengertian bahwa unggas adalah musuh masyarakat.
Keluhan keprihatinan, kepanikan dari masyarakat itu sendiri yang unggasnya akan dimusnahkan, apalagi bagi produsen atau peternak yang cenderung akan mengalami kebangrutan karena pemberitaan akan dimusnahkannya  usaha mereka yang lebih parah lagi bagi peternak yang sudah memanen dengan sirkulasi perdagangan yang tidak setabil sehingga mengakibatkan penurunan harga yang dratis dari harga BEP Rp.7.600,- per Kg  menjadi  Rp.5.500,- per Kg per tanggal 25 Januari 2005, jelas ini sangat merugikan bagi peternak, pedagang, dan mitra dari petani ternak unggas.

Dalam mensikapi ini, pihak siapapun yang lebih tahu tentang Flu Burung/AI, dalam sosialisasi harus lebih transparan  dengan standard ilmiahnya, yaitu bahwa FB/AI itu musnah/mati dengan serum/vaksin apa ? dan berikut bagaimana cara penangannya, jangan sampai masyarakat diciptakan informasi unggas itu musuh manusia,  itu harus dijelaskan pada  masyarakat sehingga masyarkat umum tahu persis akan bahaya AI/FB dan pencegahannya,  jangan sampai yang isu-isu saat ini berkembang terus  yang akibatnya merugikan masyarakat itu sendiri. Pada bulan Agustus 2006 lalu WHO, membuat standard pengenalan klasifikasi baru cara mendiaknosis FB/AI yang terbagi dalam :
-    kasus dalam investigasi
-    suspek
-    porobabel
-    konfirm
Dengan diaknosis diatas sehingga masyarakat mengetahui bagaimana harus besikap dan juga menentukan harus bagaimana yang harus ditempuh. Namun yang berkembang saat ini masyarakat justru bingung karena tidak tahu apa penyebabnya Flu Burung itu, cara penularannya bagaimana, kemudian didukung kenyataan yang ada dilapangan dan pemberitaan yang terpotong-sepotong tidak komprehensif, didukung lagi banyak sosialisasi yang tidak merata dalam menangani kasus Flu Burung selama ini. Memang kita tidak bisa pungkiri didunia ada 10 negara yang terindikasi ada Flu burung, sedangkan Indonesia termasuk paling banyak korban, karena dari 258 orang kasus orang Indonesia mencapai 75-80%-nya, maka harus kita dukung bersama program pemerintah untuk membrantas dan mencegah penularan Flu Burung atau AI di Indonesia, yang terpenting adalah tetap melibatkan peran serta masyarakat supaya tidak terjadi korban dan obyek dari dampak Flu burung. Selain dari itu akan memberikan pengertian, ketertiban  kepada masyarakat supaya tetap menjaga kebersiahan dilingkungan ungasnya. 
Seandainya memang terjadi ada kasus seperti ini kita semua  harus ikut memantau termasuk pihak keluarga misalnya, dengan memperhatikan barbagai diagnosa dokter  yang tepat  dan cerdas apakah itu memang terindikasi FB atau bukan dan apabila ternyata terindikasi apakah akan diberikan Anti Cytogen, Oksigen, atau Energi, karena analisa dan diaknosa ini sangat perlu dan penting untuk menentukan pembrantasan dan pencegahan penyebaran AI/FB. Disinilah salah satu letak yang paling tepat cara sosialisasi dan pembrantasan tentang penyebaran dan pembrantasan  Flu Burung /AI yang terjadi kemelut di masyarakat.
Jadi jangan sampai dengan adanya isu dan sosialisasi yang tidak jelas justru akan ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan dari ulasan dan isu kasus yang muncul.  Dengan barbagai isu yang muncul saat ini, sebenarnya masyarakat sangat mengharapakan penjelasan yang sejelasnya terutama pemeritntah berikut dinas terkait, Organisasi atau kelembagaan yang menangani tentang Petani Ternak Unggas dan lembaga-lembaga lain yang profesional dan proporsional tentang hal ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar